Selasa,
21 Maret 2013
Aku
terbiasa mandiri sejak aku SD. Mungkin karena aku anak pertama dari 4
bersaudara. Pada waktu kelas 2 SD pun aku sudah memiliki 2 orang adik, sehingga
aku belajar untuk melakukan segala hal sendiri. Mungkin karena keadaan ini juga
yang membuatku menjadi orang yang keras,
egois, perhitungan dengan uang dan agak pelit. Aku ingat kalau aku selalu
memiliki uang meskipun hanya sedikit, bahkan di saat orang tuaku tidak memiliki
uang sama sekali, aku pasti memiliki sedikit uang untuk uang saku. Entah dari
menyisihkan setiap hari atau uang hadiah dari lomba-lomba karya ilmiah yang aku
ikuti. Hal inipun membuatku jarang meminta uang untuk membeli barang-barang
kebutuhanku. Karena jawabannya pasti ‘tunggu’, antri dulu dengan adek-adekku,
biaya sekolah, uang listrik, dll. Dan akhirnya pasti aku membeli sendiri barang
yang kubutuhkan tersebut. Terakhir aku membeli tas dari fee mengajar (fee yang
biasanya habis untuk uang saku).
Tentu
saja tas itu menjasi tas kesayanganku, sering kupakai kalau kau pergi. Namun yang
mengherankan, mama tidak sadar kalau aku memiliki tas baru! Bukan karena aku ingin dipuji, tapi mama adalah orang yang teliti dan suka mengurus hal-hal yang remeh. Waktu aku kecil, mama suka menghitung jumlah celana dalam dan kaos dalam yang kami miliki, menyetrikanya, dan memberi nama inisial dengan spidol. Mama pasti tahu mainan apa saja yang kumiliki, jenisnya apa, warnanya apa dan jumlahnya berapa. beliau tahu jumlah kelereng adekku, menghitung jumlah lego dan pion-pion catur. Intinya mama tahu semua barang yang ada di rumah dan pasti marah-marah apabila benda-benda tersebut berantakan, jumlahnya berkurang atau rusak. Tidak peduli itu barang yang kubeli sendiri atau tidak, karena beliau juga marah kalau lemari pakaianku berantakan.Terkadang aku ingin mama lupa sejenak dengan aktivitas mengomelnya.
Tetapi sekarang, tas ransel yang selalu kupakai itu luput dari perhatiannya. How come she who care the trifles things ignoring what she sees? Ada sedikit rasa kasihan kepada mama muncul dalam hatiku. Ternyata keadaan mengubahnya untuk fokus hanya dengan satu hal, yaitu mencari nafkah untuk kami.
Orang memang harus berubah :)
BalasHapusBrangkali ini masa transisi, dimana ibumu harus menccurahkan perhatian pada nafkah. Aku yakin, ketika beliau bisa beradaptasi, maka beliau akan kembali :)
aku yakin beliau juga rindu pada kalian...
Menunggu tulisan terbarumu, Ta :)
BalasHapusIngat kita pernah bermimpi menjadi penulis?
@semangat silvika: iya, saya menyadari kalau mama punya banyak beban, jadi kami harus menyadari, ;D
BalasHapus@sivikulturis: aku ingin mengalahkan rasa malas, T.T