The 8th
Saya masih
ingat empat bulan yang lalu, Nela pertama kalinya memulai perjalanan yang
sangat panjang. Kami ada pelayanan keliling Sulawesi Tengah. Dari perjalanan
inilah, saya tahu kalau Nela anak yang kuat. Dia hanya mudah menjadi bosan dan
selalu ingin melihat-lihat.
Perjalanan pertama
kami dimulai dari Bitung. Kami naik kapal ‘Sinabung’, yang bertingkat tujuh dan
bisa mengangkut ribuan orang, ke pulau Banggai. Suatu pulau kecil yang sangat
indah. Di sana kami mengunjungi teman kami. Perjalanan satu malam satu hari itu
cukup menarik karena ini pengalaman pertama kami melakukan perjalanan lewat
laut. Melihat orang-orang yang berjubel di koridor-koridor atau gang-gang di
dek kapal, menggelar tikar, menggantung kain untuk bayi, tidur tanpa
menghiraukan gangguan bahkan menjemur handuk. Dek itu pengap dan panas. Di bawah
matras banyak hewan-hewan kecil dan anak kecoa. Air dari kamar mandi meluap ke
bawah matras sehingga sela-sela jalan menjadi becek dan bau. Nggak hanya itu,
setiap angin laut atau angin darat bertiup, kapal itu bergoyang. Membuat kepala
pusing dan mau muntah. Keadaan lebih parah karena setiap pertengahan tahun,
angin muson bertiup sangat kencang. Namun bagi Nela ini lebih menyenangkan. Dia
bisa melihat laut, terus digendong dan melihat banyak orang. Tapi bagi saya ini
adalah ujian.

Setelah empat
hari di sana, kami meneruskan perjalanan ke Luwuk. Kami menyeberang dengan feri
selama semalam. Karena kapal kecil, kapal itu tergoyang cukup kuat. Bagi Nela
ini seperti dibuai di ayunan. Tapi bagi saya, itu membuat pusing kepala.
Hari berikutnya,
setelah sampai di kota kecil Luwuk, kami naik mobil selama 4 jam ke arah
kecamatan Bunta. Kami mengunjungi suku Saluan. Di sana kami membuat pelayanan
sekolah minggu. Ini menarik sekali
karena Nela bertemu dengan banyak teman. Mendadak dia menjadi favorit semua ibu
dan pemuda cewek di sana.
Seminggu
lebih kami di sana, saya menggali banyak pengalaman dan berkenalan dengan
banyak wanita. Banyak anak-anak juga datang ke rumah misionaris dimana kami
menginap. Mereka menyanyi lagu-lagu sekolah minggu dan bermain di teras rumah. Nela
agak lelah di sana karena tempat itu ramai dan dia selalu ingin bermain. Jadi terpaksa
saya harus menemani dia istirahat di kamar. Saya belajar makan daging monyet,
kodok, rw dan kelelawar (oh). Saya bersyukur karena Nela tetap sehat karena
beberapa teman kami mulai sakit. Tapi secara keseluruhan, waktu di sana sangat
memberkati kami semua.
Untuk perjalanan
pulang, kami memutuskan untuk naik feri ke Gorontalo. Dari Gorontalo ke Manado
perlu 10 jam perjalanan naik mobil. Perjalanan ini sangat mudah untuk Nela. Dia
tidur pulas di kapal dan harus dibangunkan keesokan paginya karena kami harus
turun. Dia juga menikmati pemandangan perjalanan di sepanjang pantai, naik
turun gunung dan melewati kota ke kota. Kalau di lapar, dia minta minum. Kalau mengantuk,
dia bisa langsung tidur karena mobil seperti membuainya. Dia betul-betul sehat
sampai tujuan. Sedangkan kami mabuk dan sakit kepala karena jalan yang
berkelok-kelok.
Sekarang empat
bulan kemudian, she grew much. Dia sangat aktif. Nggak mau diam, pintar menarik
perhatian, mudah bosan, suka musik dan bergoyang. Dia juga jarang sakit. Seingat
saya, dia hanya tertular pilek dua kali itupun hanya dua hari dan sembuh. Tapi dia
susah makan. This is the most stressful part. Saya mati-matian menyiapkan
makanannya, tapi dia hanya makan sedikit. Bahkan menolak. Dia nggak tau makan
snack atau memasukkan benda ke mulutnya. But that’s fine now. Empat bulan lagi
dia akan di pulau Jawa. 1,5 bulan lagi melakukan perjalanan udara. Jadi di
usianya yang sangat muda, Nela lebih punya banyak pengalaman dari mamanya.
Komentar
Posting Komentar