Skripshit
Pikiranku
terpengaruhi dan hatiku luluh juga ketika wali studyku dengan yakin menuntunku
untuk mengambil skripsi. Beliau mengatakan bahwa makalah dan skripsi itu sama
saja. Sama-sama mengajukan proposal, sama-sama menggunakan otak untuk mengerjakannya
dan sama-sama membutuhkan penelitian. Bahkan makalah hanya akan membatasi
penelitianmu karena jumlah halaman terbatas. Lalu aku keluar dari ruang dosen
dengan hati yang sedikit bimbang namun lega. Setidaknya ada yang mengatakan
kalau skripsi itu tidak sesulit yang dipikirkan (Meskipun itu dosen yang
mengatakannya).
Tapi
itu kemarin. Sekarang pikiranku kembali goyah ketika semua teman-temanku
mengambil makalah. They said that paper is easier than thesis. Aku kembali
bimbang dan takut. Takut berbeda dengan teman-teman yang berlabel makalah. Takut
menjadi bahan ejekan jika aku gagal nanti. Takut aku tidak bisa mengerjakan
skripsi itu. Meskipun aku belum memiliki materi yang matang untuk diolah
menjadi malalah atau skrips, namun memilih salah satunya terasa sulit bagiku.
‘Jangan
memihat jalur lari orang lain ketika sedan lomba lari. Kamu tidak akan sampai
finish’ begitu sms Ay padaku. Kuakui, pandangan orang lain terhadapku memang
mempengaruhi semangatku. Setidaknya aku adalah pengecut yang takut dikatai
buruk oleh orang lain. Aku ingat ketika penjurusan paket minat, aku mengambil
paket minat sekretaris karena semua temanku mengambilnya juga. Sekarang apa aku
harus ikut-ikut juga?
Tetapi
aku berusaha meyakinkan diriku kalau tantangan itu menyenangkan. Usaha keras
itu menguatkan. Membuat otakmu bekerja keras dan tubuhmu bergerak
aktif. Yah, setidaknya membuat otakmu tidak baru lagi. Dan kegagalan itu kawan
lama. Jadi sudah seharusnya menyapa kawan lama. Sehingga aku memilih skripsi
saja.
Komentar
Posting Komentar