Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2012

Selasa, 16 September 2012

22.30 aku masih berkutat menekuni setiap kalimat yang berada dalam artikel New York Times. Bukan berarti aku memiliki koran populer terbitan Negeri  Paman Sam itu, namun ini adalah tugas menganalisa dan memberi kritikan terhadap suatu artikel argumentative. Tugas mata kuliah Reading III. Seharian tadi aku tidak melakukan apapun yang berarti selain menghabiskan waktu dengan keluyuran. Jadi sekarang aku harus menebus 'kesenanganku' tadi dengan memaksakan mataku untuk tetap terbuka dan menekuni setiap kalimat yang tidak kumengerti dengan baik ini. Dan aku benar-benar menyadari seperti inilah rasanya jadi mahasiswa dengan tugas-tugas, buku literature untuk dibaca yang memaksa mereka tidur malam. Selama ini aku selalu menganggap enteng setiap tugas yang ada dan mengerjakan seadanya. Haaahhh....aku ingin mengerjakannya dengan sepenuh hati semua tugas-tugasku. Tolong dukung aku ya....

Tolong, Hargai Saya

Bagiku membangun komunikasi itu penting. Pikirku, dengan komunikasi mungkin tidak akan ada perang. Karena semua dibiacarakan dengan baik. Batinku, membangun komunikasi itu tidak mudah. Dan seringkali aku terjebak dalam situasi dimana aku tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Situasi yang membuatku tidak nyaman, bingung, kaku dan membuatku jadi pendiam. Situasi ini juga yang kualami bersama seseorang yang seharusnya aku akrab dengan dia karena statusnya, namun aku malah mengalami kesulitan tingkat dewa karena aku takut salah bicara dengannya. Memang kami pernah mengobrol, membicarakan beberapa hal dan jalan-jalan bersama, tetapi selebihnya kami diam. Dia diam karena karakter flegmatisnya, aku diam karena aku terjebak dalam pikiran apa yang harus aku katakan agar bisa mengobrol dengannya dan menjadi akrab? Apalagi dengan tekanan dari saudaranya, yang menuntut aku harus akrab dengan dia. Dan kalimat yang mengataiku tidak mempunyai usaha untuk membangun hubungan dengan dia, membuatku benar...

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia

.................... Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja, Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng, Nipah, Santa Cruz dan Irian, ada pula pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan, dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai saksi terang-terangan, Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi. IV Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak Hukum tak tegak, doyong berderak-derak Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang ...

Stereotip yang Baik

Sabtu, 2 Agustus 2012 Tanganku memegang sikat gigi dan menggerakkannya dengan cepat pada gigiku, sambil meringis, menggeram dan menggoda adekku yang paling bungsu, Radit. Radit pun ikut meringis dan melotot sambil menyikat gigi. Cara yang aneh memang, namun apapun akan kulakukan untuk mengajari adik-adikku kebiasaan-kebiasaan baik yang jarang mereka lakukan. Dulu tidak mungkin aku bisa membujuk radit untuk menyikat gigi sebelum tidur dan menceramahinya tentang gigi yang rusak, nafas yang bau dan kuman yang berkembang biak. Dia tidak mengerti semua istilah-istilah aneh itu. Tetapi saat kulakukan sendiri ritual menyikat gigi sebelum tidur, Radit akhirnya mengikuti kebiaasaanku ini. Dia mencontoh apa yang kulakukan. Dan aku teringat dengan perkaatan pepatah. “Kita harus mampu melakukan apapun yang kita katakan.” Istilah lainnya kita harus berintegritas. Bukan hanya berkata ini itu, menyuruh banyak hal atau memberi saran yang bagus, namun diri sendiri tidak bisa melakukannya. Seper...

Upacara di Ketinggian

“Kepada semuanya.....Siappp grakkk!!!” Dengan patuh kami melakukan aba-aba dari bang Ipung, salah seorang teman kami, yang berperan sebagai pemimpin upacara. Terdengar tawa yang tertahan melihat bang Ipung sendiri malah melipat tangannya ke belakang dan tertawa karena malu. Kami semua berusaha khidmat dan teratur dalam upacara hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 67 ini. Tentu saja ini sulit bagi kami yang slengekan, apalagi semua petugasnya adalah teman-teman kami sendiri yang jarang bisa serius. Saat pengibaran bendera pun sempat diiringi dengan tawa yang tertahan dan senyuman geli karena melihat Edwin yang tidak pas dalam melangkah. Namun kami segera sadar bahwa inilah moment yang paling ditunggu-tunggu, melihat sang merah putih berkibar dengan gagahnya. Sehingga kami bisa menghayati bagaimana sang Merah Putih diperjuangkan agar bisa berkibar di Indonesia. “Selamat pagi teman-teman.” Sapa mas Phete kepada perserta upacara. Dia berperan sebagai pembina upacara. Dia berdiri dengan...