Hal-Hal yang Hakiki
Saya mulai berpikir tentang segala aktivitas yang saya lakukan semester
ini. Semester yang menjadi semester yang sibuk bagi saya. Setiap sore saya
habiskan waktu saya untuk mengajar, berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain, menerangkan, menjelaskan dan memberi soal kepada anak-anak yang berniat
untuk menuntut ilmu. Sampai di rumah waktu sudah tidak lagi banyak karena
berimpitan dengan waktu tidur dan waktu untuk mengajar adik-adik saya atau
membantu pekerjaan rumah. Terkadang sudah tidak ada lagi untuk membaca buku
atau sekedar menghibur diri dengan menonton film, bahkan skripsi pun sudah seperti
tugas sampingan saja bagi saya.
Pernah suatu kali saya membolos dari mengajar dan menghabiskan waktu di
kamar saja. Hasilnya adalah ada sesuatu yang kurang yang muncul dari dalam
hati. Seolah-olah semua aktivitas dan kesibukan yang saya lakukan telah menjadi
kebiasaan yang mengakar. Tetapi kerap kali saya ingin membolos dari
kegiatan-kegiatan tersebut saat semua teman-teman saya berkumpul dan hanya saya
yang tidak bisa datang. Betapa konyolnya pikiran ini!
Tentu saja saya berusaha konsisten dengan waktu yang sudah saya atur. Namun
saya juga berusaha untuk tidak terlalu sibuk dengan diri saya sendiri dan
kegiatan-kegiatan saya tanpa menyadari hal-hal yang sebenarnya hakiki. Saya
tidak ingin terbenam dalam dunia saya tanpa menyadari bahwa keadaan sekitar
saya juga menuntut perhatian. Sebagai contoh saya sibuk belajar dan tidak
mengikuti kegiatan di kampus hanya karena saya ingin cepat lulus. Padahal ilmu
yang hakiki tidaklah selalu didapat dari pelajaran tatap muka di kelas. Di dalam
dunia kerjapun tidak selalu mengaplikasikan ilmu yang kita dapat pada waktu
sekolah, bahkan seringkali melenceng dari apa yang telah kita pelajari. Saya
teringat dosen filsafat saya mengatakan “Apakah nantinya kalian akan mengingat
semua pelajaran yang kalian dapat selama masa sekolah? Pasti yang kalian ingat
itu pada waktu kalian bercanda ria dengan teman di kantin.” Saya membenarkan
kata-katanya. Jangan sampai kita kehilangan hal yang lebih hakiki hanya karena
kita sibuk dengan diri sendiri. Jangan sampai kita sibuk dengan dunia kita
sendiri tanpa menyadari bahwa kita punya keluarga yang membutuhkan perhatian
kita juga.
Terkadang saya memang terlalu berpikir egosentris. Hanya tentang saya dan hidup saya, Tetapi sebisa mungkin saya tidak ingin terlalu berkutat dengan diri saya sendiri,
karena saya tidak ingin nantinya saya menyesali waktu yang terbuang tanpa saya bisa menikmatinya ataupun memetik suatu pengalaman darinya.
Komentar
Posting Komentar