Pembenaran Sistem dan Manipulasinya

Pada tahun 2011, saya mengikuti ujian nasional untuk mengukur apakah saya pantas lulus dari SMA atau tidak. Tidak hanya saya dan murid-murid di sekolah tersebut yang sibuk belajar untuk mepersiapkan ujian tersebut, tetapi para guru juga ikut sibuk memberi nasehat yang sama kepada para muridnya. Sekolah saya memang sekolah negeri yang baik prestasinya di kota saya, sehingga para guru juga khawatir kalau ada muridnya yang tidak lulus.
Tanpa diberitahu pun kami, para murid, ingin bisa lulus semua. Sehingga satu persatu dari kami mulai memikirkan bagaimana caranya agar bisa mencontek dari teman yang sama kode ujiannya. Tentu saja tidak semua murid menginginkan cara seperti itu, sebagian dari kami jujur dan mengerjakan dengan kemampuan sendiri. Lalu seorang guru bimbingan konseling masuk ke kelas kami dan mengatakan segala nasehat tentang ujian nasional. Tetapi satu hal yang membuat saya tercengang adalah dia menyuruh kami untuk saling memberi contekan, padahal notabenenya dia juga mengajarkan firman Tuhan di persekutuan doa. Berikutnya, dia menyuruh siapa saja yang ingin saling membantu untuk mengangkat tangan. Beberapa murid tidak mengangkat tangan, hal tersebut membuat guru saya agak geram lalu membawa seorang teman saya ke ruang bimbingan konseling. Dia berusaha mempengaruhi teman saya tersebut untuk ikut ambil bagian dalam proses tidak jujur ini dan menutupinya dengan ajaran kasih. Dia mengatakan bahwa kita semua harus saling mengasihi, yang kali ini diwujudkan dalam bentuk memberi contekan. Kasihan kalau ada teman yang tidak lulus, kata guru itu dengan halus.
Dalam pengamatan permasalahan di atas, saya setuju dengan Jacques Derrida yang mengemukakan tentang sistem suatu sistem, bagaimana suatu sistem yang bekerja memiliki suatu sistem yang bekerja dalam sistem tersebut. Dalam “Struktur, Tanda dan Permainan” dijabarkan bahwa semua struktur pasti mempunyai pusat, sesuatu yang membuat struktur itu ada dan berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi pusat itu sendiri tidak termasuk di dalam sistem. Pusat tersebut secara natural tidak mau tunduk dengan aturan yang telah dibuatnya, bahkan cenderung mencari pembenaran ketika pelanggaran terjadi.
Guru-guru saya selalu menerapkan aturan bahwa menjadi siswa yang berkarakter itu penting, salah satunya adalah kejujuran. Di sekolah saya pun ada kantin kejujuran untuk menguji seberapa jujur kami. Tetapi pada akhirnya mereka melanggar apa yang telah mereka ajarkan, karena keyakinan mereka sendiri akan kelulusan kami telah goyah. Dibalik semua dukungan bahwa kami harus lulus, kami hanya menjadi alat untuk menjaga nama baik mereka sebagai guru. Rangking sekolah kami akan turun apabila ada siswa yang tidak lulus dan nama mereka dipertaruhkan.
Niat yang buruk itu pun termanipulasi menjadi hal yang baik dilakukan dengan dalil membantu sesama dan agar bisa lulus bersama. Sehingga mencontek menjadi suatu hal yang lazim untuk dilakukan. Pusat yang menyusun sistem tersebut menjadi tidak termasuk di dalamnya, tidak mau tunduk dan struktur yang mengatur menjadi tidak menyeluruh

Derrida menyebut orang-orang dalam sistem yang tidak termasuk dalam sistem dengan bricoleur. Mereka akan membuat apa yang ingin mereka buat. Bricoleur tersebut telah menerapkan bricolage, suatu hal yang tidak memikirkan lagi hubungan antara kata-kata dan ide yang digunakan. Akhirnya sistem hanya diperuntukkan bagi unit sistem, tetapi bukan untuk pusat sistem.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The 8th

WALITURA

Terminal Semester Ini