10 April 2018
Kenapa
Tuhan memberi kalau hanya ingin mengambilnya lagi dalam waktu sesaat?
Pertanyaan itu terus muncul dalam kepalaku. Berulang-ulang. Namun tidak
menemukan jawaban yang tepat.
Begitu
indahnya kebahagiaan saat memiliki. Perasaan senang itu nyata dan seakan bisa
disentuh. Bisa dirasakan tumbuh di dalam diri. Lalu air mata bahagia muncul.
Kenapa kita menangis saat bahagia? Gaarder menjelaskan bahwa kita semua sadar
kalau kebahagiaan itu hanya sesaat saja, lalu lenyap. Sehingga kita
menangisinya karena kita tahu bahwa kebahagiaan itu tidak akan muncul lagi.
Lalu
kebahagiaan itu tergeser dengan mudahnya oleh rasa kehilangan. Bahagia yang
tumbuh di dalam diri lenyap seketika. Keluar bersama nada-nada penyesalan.
Semuanya terjadi cepat sekali, seolah-olah semuanya hanya mimpi.
Yang
manakah mimpi? Apakah kebahagiaan itu mimpi? Atau rasa kehilangan itu mimpi?
Atau jangan-jangan aku hanya bermimpi pernah memilikinya?
Kenapa kita
menangis juga waktu sedih? Karena kita tahu bahwa kesedihan itu nyata. Rasa
sakit yang muncul begitu memunculkan
lara mendalam. Bahkan ketika semua berkata tidak apa-apa, aku hanya bisa diam
menggugu dalam hati. Biarlah mereka mendefinisikan rasa sakit ini. Siapakah
yang bisa menakarnya kalau bukan diriku sendiri.
Kenapa
Tuhan memberi kalau hanya ingin mengambilnya lagi dalam waktu sesaat?
Aku sadar kalau dia tidak akan tumbuh di sini dan aku tidak akan melihatnya tumbuh. Siapakah aku yang menuntut untuk memeliharanya sedangkan aku bukan pemilik kehidupan ini? Oh
seandainya aku tak pernah memiliki, pasti aku tidak akan pernah kehilangan.
Kenapa Tuhan memberi kalau hanya ingin mengambilnya lagi dalam waktu sesaat?
Komentar
Posting Komentar