Pertanyaan Mematikan
Semakin
saya dewasa (baca: tua), semakin saya merasa bahwa menghadapi tantangan yang
berbeda. Jadi saya merasa juga bahwa curhatan saya berubah genre (LOL).
Menjawab dari curhatan teman-teman saya, saya tergelitik untuk curhat tentang
dua pertanyaan mematikan. Pertanyaan itu
sering dilontarkan orang, tanpa disadari kalau pertanyaan itu menyakiti hati
orang. Pertama ‘kapan menikah’ dan kedua ‘sudah hamil belum’. Saya mau
menceritakan pengalaman orang-orang yang saya kenal karena saya sendiri belum
punya banyak pengalaman.
Teman saya,
D, bertanya kepada E, kapan dia akan menikah. Pertanyaan itu selalu dilontarkan
kalau mereka bertemu. Risih dengan pertanyaan itu, akhirnya E menjawab, ‘biar
nikah terlambat, daripada nikah tapi suami ga di rumah, eh ada anak tapi anak
dititipkan nenek.’ Itu adalah salah satu kasus yang sering saya temui. Menikah
muda namun mereka sama-sama belum dewasa sehingga keluarga bahkan anak jadi
korban. Mungkin kita ga sadar, kalau banyak sekali ibu muda single parent. Coba dengarkan lagu-lagu
atau meme-meme. Banyak diantaranya selalu tentang perselingkuhan, janda
kembang, dan hal seperti itu.
Murid saya,
dia berasal dari Korea, mengatakan kalau banyak wanita yang memilih berkarir,
tidak menikah atau menikah namun di atas 40-an. Hal ini mengakibatkan jumlah
anak muda di Korea menurun. Sehingga pemerintah Korea sekarang memberi
tunjangan kepada keluarga yang mempunyai anak. Namun kalau keluarga baru
mempunyai anak, mereka akan mendidik anak mereka dengan baik. Mengajari mereka
untuk cinta tanah air dan budaya Korea, mendidik mereka agar berkarakter dan
bisa menghadapi kehidupan di masa depan.
Dari dua
cerita itu, kita bisa berkiblat mana yang lebih baik. Pernikahan bukanlah suatu
trend yang harus kita ikuti. Bukan juga
suatu pelarian agar kita bisa keluar dari rumah dan bebas. Namun pernikahan adalah
suatu proses pendewasaan dimana kita belajar memahami karakter kita, pasangan
kita bahkan anak kita nanti. Di situ juga proses agar kita bisa memiliki
kehidupan yang lebih baik karena kita siap secara mental untuk membentuk
keluarga. Jangan sampai kita menikah cepat, dan hanya berakhir di perceraian
atau perselingkuhan.
Tidak jauh
beda topiknya, setelah seseorang ‘berhasil’ menikah, datanglah pertanyaan
mematikan yang kedua, kapan punya anak. Teman saya N menikah di usia 19 tahun. Dia
memutuskan menikah karena dia punya visi yang sama dengan pacarnya dan mereka
tidak mau pacaran terlalu jauh. Namun mereka
memutuskan untuk menunda punya anak. Mereka sama-sama mau saling mengenal
mengeksplorasi hubungan mereka, kuliah dan menikmati masa pacaran setelah
menikah. Setelah 5 tahun, mereka baru punya anak. Tidak mudah membesarkan tiga
anak yang jarak umurnya berdekatan, apalagi kalau mereka semua masih pakai
popok, masih harus disuapi dan menyusu. Namun mereka sangat siap dengan hal
ini. Mereka juga sudah menyiapkan pola asuh anak yang mereka mau.
Jauh berbeda
dengan budaya kita. Semua orang ingin melihat orang yang menikah segera hamil. Akan
ada topik gosip yang baru kalau mereka belum hamil-hamil juga. Saya juga
melihat bahwa anak adalah pengantara antara suami dan istri. Dengan kedatangan
anak, mereka menjadi dekat, bahagia dan utuh. Padahal tidak seperti itu. Tanpa
ada anak pun mereka adalah pasangan yang utuh dan penolong yang sepadan, karena
begitulah laki-laki dan perempuan diciptakan Tuhan. Tampaknya dalam budaya ini,
anak adalah satu bukti bahwa mereka adalah ‘laki-laki’ dan ‘perempuan’ yang
sejati. Ibu dan bapak lebih sibuk memahami anak, membesarkan anak tanpa menjadi
dewasa dalam hubungan suami istri. Karena itu tidak heran kalau ada
perselingkuhan. Masing-masing berusaha mencari pelarian dari sibuknya rutinitas
sehari-hari.
"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." - Kejadian 2:24
Bukan berarti
saya menolak keluarga yang punya anak setelah menikah. Saya sendiri pun hamil
setelah 4 bulan menikah (meskipun sebenarnya masih mau menanti satu atau dua
tahun). Namun yang saya garis bawahi adalah jangan sampai kita berkata ‘kok
belum hamil’ atau 'kok belum nikah' tanpa tau latar belakang mereka. Mungkin saja mereka memang mau
menunda karena mereka mau mempersiapkan mental dan finansial. Mungkin juga Tuhan
yang menunda karena Dia tau apa yang terbaik untuk kita. Jangan sampai juga kita terburu-buru menikah atau punya anak, hanya karena mood semua-teman-sudah-menikah.
Jadi marilah
kita menjadi orang yang bijaksana. Bijaksana dalam menyoroti hidup orang lain dan
bijaksana dalam hidup kita. Jangan sampai kita menyakiti hati orang dengan
perkataan kita. Dan jangan sampai kita sendiri mempunyai hidup yang tidak
sesuai harapan kita hanya karena kita buru-buru menikah atau punya anak.
Komentar
Posting Komentar