Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Hujan

Aku menunggu hujan datang. Langit telah mendung dan angin berhembus dengan keras, namun hujan tak kunjung datang. "Jangan datang," kata temanku, "Pasti akan deras sekali kalau hujan." Tapi aku ingin hujan-hujan jawabku. "Bodoh! Kamu kan lagi sakit, kenapa malah hujan-hajan." aku mengangkat bahu. Tapi aku suka hujan, kataku dalam hati. Hujan seperti meluruhkan semua masalahku bersamaan dengan guyuran air yang membasahiku. Dan yang terpenting adalah hujan akan menyembunyikan tangisku, karena orang lain tidak bisa membedakan yang mana air hujan, yang mana air mata. Aku  ingat ketika aku masih SMA, ketika aku dan teman-teman gereja sedang menyiapkan acara ibadah natal, aku bertugas menjadi pemimpin acara. Tapi senior gereja menolakku dengan kasar, dia menginginkan orang yang lebih profesional dalam memimpin. Dalam senyuman singkat aku menanggapinya dengan gembira dan mengatakan kalau memang lebih baik yang senior yang memimpin acara. Lalu aku berpamitan p...

22 Februari 2014

Terkadang aku menyesali diriku sendiri yang tidak bisa berbaur dengan orang lain. Karena rasa malu menghambatku. Sehingga membuatku hanya bisa diam dan melihat teman-teman yang sibuk melakukan tugasnya. Pagi kemarin aku datang ke PMI sangat awal, jam tujuh kurang. Teman-teman belum ada yang yang datang, hanya kepala markas saja yang ada. Aku menunggu dalam diam sambil bermain dengan hpku. Lalu aku disuruh untuk menyapu markas, tugas yang kusambut dengan sukacita karena membuatku bergerak dan aktif. Setelah menyapu lantai pun aku kembali diam sambil berkenalan dengan adik-adik PMR yang baru datang. Satu persatu pengurus pun datang, namun teman-teman relawan belum ada yang datang. Karena aku tidak bergitu mengenal dan akrab dengan para penggede di PMI itu, aku pun merasa rikuh dan hanya diam ketika mereka datang. Sedangkan mereka langsung menyibukkan diri dengan tugas-tugas. Ketika mbak Novi, sie acara, datang dia langsung mengecek seluruh persiapan kami untuk latihan gabungan PMR ...

Percakapan absurb

Aku sedikit takut ketika lelaki itu jongkok tepat di sampingku dan memunguti sampah yang terletak di bawah bangku halte yang sedang kududuki. Lelaki itu memakai baju yang sudah lusuh dan cenderung berwarna gelap serta memakai bandana di kepalanya. Dari penampilannya itu maka membuatku berpikir kalau dia pasti ingin berniat jahat. Atau setidaknya dia adalah pemabuk yang suka menggoda wanita. Atau bahkan dia adalah orang yang tega membunuh ketika korbannya tidak memberikan uang kepadanya. Namun dia hanya diam sambil memilah-milah sampah yang dia temukan. Aku melihat dia sedang asyik mengoleskan sesuatu ke tangannya. Aku penasaran dan terus mengamatinya. Benda apakah itu? Balsem kah? Iya benar, balsem dari merk yang terkenal di Indonesia. Tetap dengan waspada aku terus mengawasinya yang masih sibuk memilah sampah setelah selesai memijat tangannya dengan balsem. Namun, semakin aku memperhatikannya, semakin terbit rasa kasihanku. Sehingga mendorongku untuk bertanya dan memunculkan perca...
Mataku seperti mata panda. Dua lingkaran hitam menghiasi mataku membuatku semakin terlihat seperti anak yang tidak bertenaga dan sayu. Beberapa minggu ini aku memang sering tidur malam karena tugas-tugas kuliah mengantri untuk dikerjakan. Selalu tidur larut malam dan bangun pagi-pagi untuk mengantar adikku ke sekolah.           Namun pagi-pagi itu selalu memberiku pengalaman-pengalaman yang membuatku sadar bahwa banyak orang yang telah ‘hidup’ sejak pagi-pagi buta dan bersaing dengan orang-orang lain. Ketika melewati pasar, aku melihat banyak orang yang berjual beli sampai memenuhi jalan raya. Aku juga melihat seseorang membeli sayur dalam jumlah yang banyak lalu menjualnya kembali dari rumah ke rumah, mereka dengan sigap mengatur sayur-sayur dalam keranjang mereka dan segera berangkat berkeliling. Dan fakta yang terpenting yaitu kau bisa mencari segala jenis barang dan jasa di pasar pagi. Bahkan ada tukang tambal ban keliling yang mang...
‘aku sudah sampai Cirebon’ aku membaca sms dari Berta. Temanku ini sedang dalam perjalanan pulang dari Salatiga ke Majalengka. Namun perjalanan ini bukanlah perjalanan biasa karena dia tidak pulang dengan bus malam seperti yang biasa dia lakukan, tetapi menggunakan bus biasa yang akan membawanya transit di beberapa kota. Aku tersenyum membayangkan temanku yang begitu lembut dan halus tingkah lakunya harus berganti-ganti bus dan transit 3x agar sampai di Majalengka. Agar bisa datang ke 40 hari meninggalnya kakaknya katanya. Dia orang yang kuat, pikirku, perjalanan pulang yang sedikit berbeda ini pasti tidak membuatnya takut. Toh dia juga sudah berulang kali pulang pergi dengan bis. Aku ingat ketika kami: aku dan vila, melakukan perjalanan ke Majalengka 2 minggu menjelang Natal 2013. Suatu kunjungan selama 6 hari yang sangat irit karena kami tidak membayar biaya makan dan menginap. Jam 2.37 dini hari kami baru turun dari bis dan kami berjalan selama 10 menit untuk sampai ke rumah B...