Menjadi Sepeti Kethek
1 Mei 2014
Hari ini hari
buruh internasional. Para pekerja bahagia karena mereka mempunyai satu hari
untuk beristirahat dan tidak berkompetensi seperti yang biasa mereka lakukan di
tempat kerja. Anak-anak sekolah senang karena mereka bisa bangun siang dan
tidak harus duduk berjam-jam di dalam kelas. Televisi penuh dengan berita
tentang buruh yang berdemo atau mengekspos nasib para buruh yang upahnya belum
dibayar. Mereka mengatakan nasib para buruh telah diperjuangkan selama enam
tahun ini, tetapi belum menunjukkan hasil yang signifikan. Aku teringat saat
presentasi di kelas kewarganegaraan waktu aku masih SMP, aku memaparkan tentang
kasus Marsinah, seorang wanita yang berjuang untuk nasib para buruh namun
akhirnya nasibnya pun tidak ada yang mengetahui. Aku begitu kagum dengan sosok
yang tidak kukenal itu, dia berani bertindak disaat semua orang dibentuk untuk
menjadi boneka, untuk menuruti apa kata atasan mereka. Tetapi itu terjadi
dahulu sebelum setiap orang terbatas untuk mengemukakan pendapat.
Pagi ini ada
seorang bapak yang membawa ledek kethek. Monyet
yang pandai melakukan segala hal yang diperintahkan kepadanya. Ibuku memanggil
bapak beserta ketheknya itu untuk menghibur sepupuku yang berumur setahun.
Bapak itu mulai menabuh kendangnya dan menyuruh ketheknya untuk melakukan
kegiatan sehari-hari seperti ke pasar, berdandan, naik motor, main reog, dengan
prototype benda yang sekecil tubuh kethek itu. Kethek itu sangat piawai sekali
naik motor miniaturnya dan berjalan mengelilingi tuannya, membawa tas belanja
kecil, berkaca melalui kaca spion dan berguling-guling kesana-kemari. Tetapi
satu hal yang tidak bisa dilakukan kethek kecil itu adalah pergi lebih dari
satu meter dari tuannya. Ada rantai yang mengikat lehernya. Tahulah aku kalau
bapak itu melatih ketheknya untuk melakukan apa yang dia perintahkan. Saat
ketheknya tidak ingin melakukan sesuatu dan ingin pergi lebih jauh, bapak itu
akan menyentak rantai itu sehingga membuat kethek itu sadar kalau itu tidak
boleh dilakukan.
Tanpa
kita sadari kita pun menjadi seperti kethek itu. Kita disetir oleh perkembangan
jaman dan dituntut untuk mengikuti arus yang terjadi sekarang. Seorang teman
dekatku bercerita bahwa dia ingin bisa melakukan perawatan, ingin tampil stylish dan punya gadget yang keren. Alasannya adalah dia tidak ingin kalah dengan
pacar mantannya, orang yang dia anggap merebut pacarnya. Bukan berarti aku
skeptis dengan perkembangan jaman atau perkembangan teknologi sekarang, aku
hanya mengatakan bahwa kita tidak perlu diperbudak oleh teknologi. Tidak perlu
harus menjadi keren atau memiliki gadget yang
canggih agar sama seperti semua orang. Aku juga kenal dengan seorang ibu yang minta les kepadaku. Dia mengatakan akan malu sekali kalau sampai anaknya nanti tidak mendapat rangking, itu artinya dia tidak akan maju ke depan menerima hadiah. Aku yakin banyak orang tua yang sering menuntut anak-anaknya untuk berprestasi seperti anak yang lain. Mereka menuntut anak-anak harus belajar dan mendapatkan rangking di kelas. Secara tidak sadar, mereka membentuk anak-anak juga sama seperti kethek. Dilatih, diajar dan dididik harus seperti ini dan itu. Perlu disadari bahwa tidak perlu menjadi kethek yang harus
didikte harus melakukan sesuatu hal agar menyenangkan orang lain atau membentuk orang lain menjadi seperti yang kita mau. Tetapi membiarkan setiap diri bebas berekspresi. Mungkin yang
perlu kita lakukan jadi kethek yang tidak terantai lehernya, dan yang melakukan
segala sesuatu atas prakarsa dirinya sendiri.
Komentar
Posting Komentar