1 Maret 2014


Panas matahari menyengat tubuhku yang telah berpeluh.  Aku menyekanya sambil berdiri puas. Tumpukan pasir yang berada di bagian pojok halaman semakin membuatku semangat untuk membantu mengeruk pasir dan menyekopnya ke dalam gerobak. Hanya aku dan dua orang temanku saja yang perempuan, Arlinka dan Putri, tetapi kami membuktikan kerja keras kami kepada para relawan laki-laki disitu, yang ikut membantu membersihkan balai desa Satak, Kecamatan Puncu, Kediri. Bekas erupsi gunung Kelud kentara sekali merusakkan bangunan-bangunan di wilayah desa-desa tersebut. Beberapa relawan meremehkan kami, namun kami tetap bekerja dengan giat daripada kami harus menganggur padahal sudah jauh-jauh datang membawa tekad yang bulat untuk membantu. 

Suntikan semangat datang lagi ketika aku teringat untuk mencapai tempat ini kami semua terguncang-guncang dalam truk tentara yang temaram. Truk yang melaju dengan kecepatan tinggi diiringi bunyi sirine dan klakson yang berhasil menyingkirkan semua kendaraan-kendaraan yang melaju di depannya. Kami semua tegang sekaligus menikmati perjalanan yang cepat ini. Seperti pejabat saja kata temanku. Setelah beristirahat makan siang dan tidak ada yang perlu dikerjakan, maka aku, Arlinka dan Putri mencari-cari kegiatan. Kami membersihkan sampah-sampah di sekitar balai desa dan membantu menyiapkan logistik yang akan dibagikan kepada warga. Waktu menunjukkan pukul 3 sore ketika kami kembali ke camp. Kembali teguncang-guncang dalam truk tentara ditemani dengan canda tawa dan bau keringat kerja keras. 

Ketika sampai di camp, tidak ada yang bisa dikerjakan, dapur umum pun telah penuh dengan wanita. Arlinka dan aku memutuskan untuk ikut bersama teman-teman naik ke desa di sebelah camp yang sedang membangun rumah. Tetapi tidak sepenuhnya kami membantu, karena kami melewatkan waktu dengan berkenalan dengan orang-orang baru dan mengenal warga sekitar. Yang jelas adalah karena kami tidak bisa membantu menaikkan asbes ke atap rumah, jadi kami hanya duduk melihat teman-teman kami dan para tentara melakukannya. 

Malamnya kuhabiskan untuk tidur lebih awal. Teman-teman yang lain mengajakku membuat kopi dan mie, tetapi aku tetap bergelung dalam sleeping bag. Hari yang penuh pengalaman pasti berlalu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The 8th

WALITURA

Terminal Semester Ini