Kamis, 19 April 2012
Aku jengah. Di sekelilingku penuh
dengan orang yang bersorak sorai dan menyanyikan lagu mars untuk menyemangati
tim fakultas mereka yang sedang bertanding. Bahkan ada yel-yel yang ditujukan untuk mengejek tim lain. Semua mata terfokus
ke arah 22 pemain yang sedang memperebutkan satu bola tersebut. Aku tertawa,
mataku juga tertuju kepada para pemain itu, aku juga ikut berkomentar, namun
air mata ini tetap menitik juga.
‘Ada apa?’ Jeee bertanya
Aku hanya menggeleng. Bukan
karena takut dianggap cengeng. Aku hanya tidak ingin dia tahu kalau aku
teringat papa. Melihat orang yang berbaju kuning, berdiri di tengah lapangan
dan mengatur jalannya pertandingan benar-benar mengingatkanku pada papa. Ya,
aku sangat merindukan sosoknya yang telah tiada.
Aku ingat ketika aku masih kecil,
papa sering mengajakku ke UKSW untuk menemaninya menjadi wasit. Saat half time papa menghampiriku dan
memberiku air minum serta makanan kecil. Setelah itu papa akan mengobrol
bersama rekan kerjanya atau para pemain. Aku ingat aku berdiri di bawah pohon Felicium dan mengamati papa yang penuh
semangat.
Flasback itu semakin menyakitiku. Seharusnya papa yang berdiri di
tengah lapangan itu. Seharusnya papa yang berteriak dan memberi instruksi.
Seharusnya papa yang memakai baju kuning itu. Seharusnya papa masih memberiku
air minum dan makanan kecil. Seharusnya papa ada sampai aku dewasa.
Flasback itu semakin menyakitiku. Sesering aku teringat dengan
papa, sesering itu pula rasa sakit dan penyesalan itu datang.
Komentar
Posting Komentar