Mimikri

Aku menghembuskan nafas panjang setiap melihat tumpukan barang yang berjajar sangat tidak teratur di dalam rumah tersebut. Bagaimana menata kembali semua kekacauan ini? semua berserakan, semua tidak berada tempatnya dan harus dibenahi, semua menjadi kotor dan penuh debu. Belum lagi telinga ini harus tajam karena mendengarkan setiap omelan dan perintah-perintah dari mama. Tetapi buat apa mengeluh, ini juga bukan pertama kalinya terjadi, ini sudah kali keenam aku berkutat dengan kakacauan karena pindah rumah.
“Astaga ma, kenapa semua pakaian ini disimpan? Tidak ada gunanya, tidak ada yang akan memakai.”
“Biar saja, kan sayang kalau dibuang, dulu belinya juga susah.” Jawab mama enteng sambil menata gunungan baju yang sebenarnya sudah ketinggalan jaman dan tidak terpakai.
Aku mengangkat bahu. Tidak mau ikut campur dan aku segera pergi ke kamarku. Lebih baik menata kamarku daripada berdebat dengan ibu sendiri. Kembali aku menghembuskan nafas panjang. Pindah rumah bukanlah hal yang mudah bagi keluarga besarku. Kami harus mencari rumah yang cukup untuk menampung sembilan orang dan memindahkan barang-barang adalah hal yang paling menyesakkan karena begitu banyak barang yang kami miliki termasuk barang-barang yang sebenarnya sudah tidak terpakai. Tetapi peristiwa seperti inilah yang memaksaku untuk pandai bermimikri. Pandai menyesuaikan diri dimanapun berada, kalau tidak pasti akan terkena seleksi alam. Bagiku yang sulit untuk bergaul di lingkungan yang baru atau lingkungan yang membuatku tidak nyaman, hal seperti inilah yang menjadi tantangan bagiku. Apakah kali ini aku akan bisa untuk bermimikri?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The 8th

WALITURA

Terminal Semester Ini