Dibalik Bentuk Sederhana Itu
Selasa, 15 Juli 2014 ; 7pm
“Selamat
ulang tahun kami ucapkan, selamat panjang umur kita kan doakan…….” lagu itu
bergema di telingaku diiringi suara tepukan dari tanganku. Juga tawa orang-orang
menambah layangan frekuensi suara sehingga tampak sekali ada banyak orang berkumpul
di dalam ruang tamu. Mereka seperti tidak merasakan dinginnya udara malam ini atau
angin yang bertiup sedikit kencang.
“Tiup
lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga…..” ritual kalau ulang tahun, pikirku. Entah meniup lilin itu menyimbolkan
sesuatu atau tidak, tetapi inilah yang semua orang lakukan ketika berulang
tahun. Meniup lilin dan memanjatkan doa.
“Astaga
lilinnya.” Celetuk salah seorang dari keluarga itu dan diikuti oleh suara gelak
tawa. Aku melihat lilin itu dan ikut tertawa. Memang lilin itu bukanlah lilin
yang biasa dipakai untuk pasangan kue ulang tahun, karena bentuknya agak besar
dan berwarna putih. Tetapi pasangan lilin itu juga bukan kue yang biasa yang
terbuat dari tepung, telur dan backing powder serta dihiasi dengan coklat,
cream dan teman-temannya, kue itu dibuat dengan tangan sendiri dari ketela yang
ditumbuk menjadi getuk. Deni, sang chef, hanya tersenyum lebar mendengar
komentar mereka. Aku tahu dia berusaha memberikan sesuatu yang berbeda dan
terbaik untuk untuk ulang tahun adiknya.
Setelah
itu, ritual saat ulang tahun kembali dilakukan. Saling mengucapkan salam, berdoa,
foto-foto dan makan bersama. Aku tersenyum saat melihat Dian yang dicium
ibunya, lalu teringat ibuku hanya mengucapkan selamat ulang tahun melalui sms
ketika aku berulang tahun tahun lalu. Hal ini membuat perasaanku berubah
menjadi iri dan terharu tetapi terejawantahkan menjadi tawa yang tulus.
Tindakan itu menimbulkan sorak sorai dan suara tawa, ciuman tanda kasih sayang bagi
orang Jawa bukanlah tindakan yang umum dilakukan. Lalu kami kembali menyalakan
lilin dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada mas Yuli, kakaknya Deni dan
Dian, yang akan berulang tahun 4 hari kedepan.
Angin
kembali bertiup dan udara menjadi benar-benar dingin. Aku menarik jaketku dan
memakainya kembali. Udara dingin ini menimbulkan kontradiksi di dalam batinku
karena aku merasakan suasana dalam ruangan ini menghangat. Menghangat beserta
dengan gelak tawa dan candaan keluarga yang tengah berkumpul. Malam itu, aku
kembali merasakan keluarga. Dimana setiap orang dalam keluarga berkumpul,
saling memperhatikan dan bercanda. Memang perayaan ulang tahun ini tidaklah
mewah atau penuh dengan hadiah, bahkan hanya ada kue dari getuk. Tetapi dibalik
bentuk sederhana kue itu, ada kehangatan dan rasa manis kasih sayang dalam
keluarga.
Komentar
Posting Komentar